Mungkin saya sedang apes. Pertama
kali menjajal peruntungan dengan mencoba berkarir di dunia baru, ehhhh…. Industrinya
malah sedang terpuruk. Ancaman pemutusan hubungan kerja saat ini terus
membayangi saya dan teman-teman lain. Tapi sebenarnya bukan industri tempat
saya bekerja saja yang sedang terseok. Pasti kalian sudah baca kan kalau Ford
Indonesia beberapa waktu lalu memutuskan untuk menutup kantor mereka di
Indonesia. Media tempat dulu saya bekerja juga sudah gulung tikar bulan Agustus
tahun lalu, yang disusul dengan media-media lain.
Yah.. Ekonomi memang sedang
melambat. Saya memang tidak ahli menjelaskan apa yang terjadi saat ini. Tapi
bagi industri yang tidak kuat menghadapi resesi, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
semakin sulit untuk dihindari.
Kalau saya ditanya (macam
pertanyaan reporter tvOne) bagaimana perasaan saya saat ini? Surprisingly, Biasa ajah tuh… Ga ada perasaan takut gimana nanti bayar
cicilan rumah dan cicilan lainnya. Ga
khawatir juga nanti masih bisa bayar kebutuhan sehari-hari atau ga? Mungkin
karena saya percaya, saya punya Tuhan yang sangat baik. Yang (kadang-kadang)
selalu memberikan apa yang saya mau. Terlebih, ketika saya ceritakan perihal
ini kepada suami, Ia pun dengan enteng hanya bilang; “Ok, nanti kamu bantuin
aku jualaan ajah yah...” Ini juga yang membuat saya lebih tenang.
Atau mungkin juga berkaca pada
pengalaman saya dulu yang tiba-tiba memutuskan untuk berhenti kerja, padahal
saat itu pendapatan saya lebih besar dari suami. Tapi kami berdua
survive-survive saja tuh. Yah… memang sih ada yg harus di adjust. Misalnya
kalau sebelumnya bisa tiap minggu ngemol dan mamam enak, tapi setelah tidak
bekerja cukup satu bulan sekali. Atau lebih sering masak dan mengurangi jajan. Intinya adalah, cukup atau tidak cukup tergantung bagaimana kita pintar-pinta mengatur saja.
Jujur saat itu saya memang sangat
khawatir dan agak-agak belum siap untuk menurunkan standar hidup. Beruntung
saya punya pak Gentur yang selalu jadi pelampiasan ketika saya sedang down
(maafkan akuhhhh yah suamikuhhh..! hehe…) dan sahabat-sahabat terbaik yang
selalu mentraktir saat kongkow, sehingga saya bisa melewati masa-masa sulit itu.
Dengan beberapa adjustment tadi, saya
bahkan tidak perlu membobol tabungan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Kami
hidup cukup kok. Masih bisa makan 3x sehari, tanpa perlu berhutang sana-sini.
Berangkat dari situ, saya lebih
tenang menghadapi kondisi apapun terkait status saya sebagai pekerja saat ini. Bahkan
kalaupun saya harus kehilangan pekerjaan, sepertinya saya tidak akan bersikap
reaksioner dengan menuntut perusahaan atau apalah. Memang kondisinya lagi
begini, kita bisa apa?
Dan bukan pula saya tidak
bersimpati dengan pekerja-pekerja lain yang sudah kehilangan pekerjaan. Tapi,
hey… life must go on. Ini terjadi pada
hampir semua sektor ekonomi loh. So, prepare for the worst. Percaya saja,
rejeki sudah ada yang atur. Yang kita perlukan hanya bekerja lebih keras dan
menyerahkan semuanya pada yang diatas.
"Tapi lo kan punya suami, met. Masih ada yang support. Kalau yang kena PHK suami yang istrinya tidak bekerja, gimana?" Kata teman saya suatu hari. Well, that's why I said always be prepared for the worst. I know maybe talk is cheap, tapi sampai kapanpun yang namanya masalah pasti akan selalu ada. So, again, be prepared for the worst!
Gitu yah... This is just my two cents.. Please don't be so offended! :)
No comments:
Post a Comment