|
Akhirnya yang ditunggu-tunggu
selama hampir sembilan bulan, datang juga. Anak kedua saya, adiknya Daniswara.
Saya dan Gentur sepakat untuk menamainya: Einar Albarr Radiantara. Artinya apa?
Hmm.. saya lupa. Hehe.. Yang jelas, Einar itu nama Skandinavia. Sedangkan
Albarr diambil dari Asmaul Husna yang artinya Maha Pembuat Kebajikan (nama
pasaran, tapi saya sukaaa..) dan yang terakhit itu nama Jawa. Nama yang menurut
saya dan Gentur lebih netral dibandingkan nama yang kami beri kepada kakaknya
dulu. Jadi dijamin, Einar ga bakal kesulitan kalau nanti mau berkunjung ke
Israel. *alah..
Awalnya, si Gentur ngoyo pengen
ada unsur klub sepak bola favoritnya, Liverpool. Tapi saya tolak. Alasannya,
sekarang saja tuh klub sudah kalah melulu. Jangan-jangan nanti kalau Einar
besar, sudah tinggal nama. Hehe...
Anyway, seperti kakaknya,
kelahiran Einar juga terbilang cepat dan mudah (kalau kata orang-orang sih).
Tapi buat saya, tetap saja hororrrr... Apalagi saat frekuensi kontraksi
meningkat, rasanya seperti sakaratul maut (yaealah kaya pernah ajah. Hehe..).
Saat itu, saya seperti orang gila yang teriak-teriak tobat dan minta ampun sama
yang Maha Kuasa. Ihh.. lebay banget yah?
Saya tiba di rumah sakit pukul
setengah empat subuh dan Einar lahir pukul 06.43 pagi setelah sebelumnya saya
mulai merasakan mules sejak pukul 02.00 dini hari. Kata bidan yang menangani
persalinan saya, proses kelahirannya lancar dan nyaris tanpa ada robekan.
Lucunya, saya tetep dijahit karena menurut si bidan ada lacet yang tetap harus
diperbaiki. Rasanya waktu dijahit, beuuhhh.. maknyus! Karena dia menjahit tanpa
menyuntikan obat bius sebelumnya.
walaupun nakal, aku sayang banget loh sama dedek Einar ;') |
Meski horor, saya tak pernah
berhenti bersyukur selalu bisa melewati proses melahirkan yang mudah dan cepat.
Bahkan waktu Danis, saya tiba di rumah sakit pukul setengah enam sore, jam 7
sudah lahir dengan frekuensi kontraksi yang terasa lebih relax jika
dibandingkan dengan Einar. Padahal waktu Danis, saya sudah merasakan mulas sejak
setengah 9 pagi. Tapi relatif lebih santai dan tidak terasa terlalu sakit.
Di kehamilan dan kelahiran kedua
ini saya juga semaksimal mungkin menghindari stres. Tidak mau terlalu
memikirkan detil, harus ini – harus itu, tidak boleh ini – tidak boleh itu. Karena
saya ga mau berujung baby blues seperti waktu melahirkan Danis dulu.
Alhamdulillah sampai saya menulis
tulisan ini Einar sehat dan tidak serewel Mas-nya dulu. Tidur teratur, nyusu
juga. Ga melulu harus digendong dan sebagainya. Bahkan waktu kontrol ke dokter
kemarin, beratnya naik hampir 300 gram! Ini termasuk langka karena pada umumnya
minggu pertama bayi lahir berat badannya pasti menyusut.
Hanya sekarang yang bikin saya
lumayan stres adalah tingkah si Mas Danis. Sejak adiknya lahir, dia jadi cengeng,
nakal, susah untuk dikasih tahu dan cenderung membangkang. Memang sih Danis
terlihat sayang sama adiknya, tapi di sisi lain nakal dan cengengnya itu bikin
dia hampir setiap hari kena marah saya dan Gentur.
Saya dan Gentur sebenarnya paham
betul bahwa ini merupakan cara Danis untuk cari perhatian. Kita juga sedih dan
menyesal setengah mati kalau habis memarahi dia. Rasanya konyol juga, anak
sekecil itu yang tidak tahu apa-apa harus kena marah kita.
Yah semoga saja ini tidak lama.
Kasian si bibik juga yang harus kerja ekstra menghadapi kenakalan Danis. Belum
lagi pekerjaannya sekarang yang tambah banyak. Hmm.. semoga saja yah!