Tuesday, August 31, 2010

Gita Cinta SMA

Waktu SMA dulu, saya pernah tergila-gila (bahkan hampir gila beneran) sama kakak kelas. God.. He was so damn cute. Segala cara saya lakukan untuk menarik perhatian dia. Tapi mau bagaimana lagi, wong punya wajah paspasan. Manalah mungkin dia tertarik. Alhasil, cinta saya pun bertepuk sebelah tangan. Hikss..

Lepas dia lulus sekolah, saya benar-benar kehilangan jejaknya. Yah pernah sih beberapa kali saya coba kontak dia. Tapi percakapan kami selalu diakhiri basa-basi yang tak ada arti. Sejak itu, saya bertekad tidak akan kontak dia lagi. Daripada bikin makan ati.

Dipenghujung tahun 2007 silam, tiba-tiba dia mengontak saya lagi. Tidak lewat telp, melainkan lewat pesan di situs jejaring sosial friendster (waktu itu, lagi happening banget lo friendster). Saya kaget, karena namanya sebenarnya tidak ada dalam friendlist saya. Isinya singkat saja, "Met apa kabar? lagi di mana,?"

Ouw.. Rupanya dia tertarik dengan profile picture saya. Makanya tiba-tiba dia kontak menanyakan kabar. Tentu saat itu, hati saya kembali berbunga-bunga (haha..). Singkat cerita, kami kembali kontak-kontakan melalui YM. Karena saat itu, dia sedang menyelesaikan S2-nya di Inggris. (Inggris cuuuyyy.. Bikin saya tambah kesemsem ajah. Haha..).

Tapi acara kontak-kontakan kami tidak lama. Karena suatu hari, account YM-nya tidak pernah menyala lagi.

Lalu hal serupa terjadi lagi dipertengahan tahun 2009. Tiba-tiba dia dia mengirim personal message yang kali ini melalui Facebook. Friendster sudah tidak happening lagi. Isinya standar, menanyakan kabar. "Iya met, gw kaget tiba-tiba lihat lo di tv. Enaknya bisa kerja sambil jalan-jalan. Impian gw tuh," begitu dia bilang.

Huh.. Dalam hati saya meradang. If you not see me on tv, you wouldn't contact me for the rest of your life kan? Kesel deh, apa sih maunya. Untung saya sudah menikah. Kalau tidak, pasti saya akan merana lagi karena menahan sakit hati. Hihihi..

Tapi rupanya, dia mengontak saya karena ingin mengirim undangan pernikahannya. Ada sedikit terharu, karena saya diundang ke pesta yang digelar private itu. "Dateng yah met, jangan ngga," gitu tulisnya diakhir undangan. Huhu.. Padahal pengen banget datang. Tapi sayang, saat itu saya lagi morning sick berat.

Hehe.. Kalau diinget-inget, lucu juga yah yang dulu-dulu. Ga terasa, sudah banyak fase kehidupan yang saya lalui. Satu fase, baru saja saya lewati. Menjadi ibu. Semoga saya masih diberi kesempatan, untuk melangkah ke fase-fase lainnya lagi.

Cepat Besar Yah Nak...

Banyak yang bertanya, bagaimana rasanya punya anak? Tentu saya jawab, saya bahagia. Namun tentu juga, tidak selamanya saya merasa bahagia. Pasti ada saja rasa bosan dan jenuh. Terlebih karena saya mengurus segala keperluan rumah tangga sendiri. Yah.. Ada yang bantu juga sih, cuci seterika dan sedikit bebenah. Setelah itu, saya kembali mengurus semuanya sendiri.

Pagi-pagi benar saya sudah belanja dan memasak. Setelah itu memandikan dan menemaninya sampai sore lalu memandikanya lagi dan menemaninya sampai dia benar-benar terlelap. Begitu terus setiap hari.

Memang benar tidak semua hal berjalan seperti yang kita harapkan. Saya tidak pernah berharap anak saya rewel setiap hari. Padahal kalau dia sedang ceria, waduh.. Itu obat paling ampuh mengatasi kejenuhan saya. Tapi kenyataannya, dia sering sekali rewel dan membuat saya pusing tujuh keliling.

Kadang kondisi diperparah dengan suami yang saya rasa kurang membantu. Dia sering pulang malam, padahal berangkatnya pagi sekali. Sampai dirumahpun, kadang dia malah sibuk sendiri. Inginnya gantian gitu, sekali-kali dia yang memandikan, mengganti celana basah (eh, kalau yang ini kadang-kadang suka dibantu juga) dan menidurkan. Inginnya lagi, udah begitu sampai dirumah fokus ke si orok saja. Karena menurut saya, walaupun dia cape kerja, tapi dia masih bisa keluar dari rumah. Masih tertawa dengan teman-temannya. Sementara saya, 24 jam tujuh hari seminggu berkutat dengan itu-itu saja.

Kalau saya mengeluh begini, biasanya suami saya langsung membalikan kata-kata. "Yaudah, ayo kita tukeran. Kamu cari berita sana panas-panasan, aku urus rumah," Huh.. Benar-benar tidak menyelesaikan masalah.

Memang saya masih punya orang tua, yang harusnya, menengok pengalaman teman-teman saya, bisa ikut membantu. Minimal 3 bulan saja. Tapi entah kenapa, rasanya ibu saya kurang antusias untuk membantu saya. Padahal ini cucu pertama loh.

Mungkin karena saat ini, ia juga sibuk mengurus sepupu saya masih balita tapi sudah ditinggal ibunya sejak lahir. Yah.. Saya harus maklumi itu.

Jujur, sempat juga ada perasaan 'terjebak' dengan kondisi seperti ini. Bayangkan.. Saya tidak pernah bisa kemana-mana. There's no 'me-time' anymore. Memang kadang ibu saya berbaik hati mau menjaga ketika saya ingin pergi. Tapiii.. Pas saya pergi, kepikiraaan mulu bocah satu ini. Akhirnya jadi buru-buru pulang deh.

Hehe.. Tapi saya coba menikmati kok. Toh kalau nanti dia sudah besar, saya akan merindukan masa-masa ini. Jadi, cepat besar yah nak..

Tentang Kita

Setiap pulang kerumah, ibu selalu pembicarakab topik yang sama dengan saya; yaitu soal tindak tanduk bapak saya yang selalu bikin dia kesel. Sebut saja soal bapak saya yang akhir-akhir ini sedang kerajingan fesbuk dan internetan. Dia bisa duduk berjam-jam di depan komputer, hingga membuat ibu saya naik pitam. "Bayangin ajah teh, ibu pak-pik-puk bebenah sendirian dia asik ajah internetan," begitu keluh ibu saya.

Itu cuma satu, masih banyak kebiasaan-kebiasaan bapak saya lainnya yang membuat ibu emosi jiwa. Kadang saking semangatnya cerita, saya suka terintimidasi dan menjadi ikut-ikutan sebal dengan bapak saya. Tapi setelah itu, yasudah.. Bagaimanapiun juga dia bapak saya.

Tanpa disadari, ternyata hal itu terjadi juga di kehidupan saya bersama suami. Banyak hal-hal, yang menurut saya 'enggak banget sih nih orang.' Kebiasaan-kebiasaan yang ketika pacaran dulu tidak pernah saya ketahui, namun kini terlihat jelas dan dia tidak merasa canggung menunjukannya.

Kadang saya merasa dibohongi. Dulu, yah ketika pacaran dulu, dia selalu memberikan service terbaik kepada saya. Kadang walaupun saya berbuat salah, selalu akhirnya dia yang minta maaf dan habis lah perkara. Kalau sekarang? Huh.. Boro-boro..

Pernah saking stressnya, saya berpikir menikah adalah hal terbodoh yang pernah saya lakukan. Lalu saya pulang dan ibu kembali mencerikan kisah yang sama berulang. Biasanya setelah itu saya akan tersenyum, mengenang rasa kesal kepada suami. Hehe.. Ada hikmahnya juga saya pulang.

Kini, 29 tahun sudah mereka bersama. Sementara saya, dua tahun saja belum genap. Toh yang namanya masalah, perbedaan tidak pernah ada ujungnya. Mau setahun, sedasarwasa tetap saja ada. Tidak mengenal waktu dan usia. Hehe.. Kok saya jadi waise gini yah? Mudah-mudahan pas berantem nanti, ingat tulisan ini. Jadi kadar keselnya bisa diturunkan menjadi sebuah pemakluman.

Yah.. Begitu lah. Hmm.. Deg-degan, nanti kita mau berantem soal apa lagi yah? Haha..