Monday, November 9, 2009

Selalu Gagal

“Unfortunately we regret to inform you that we cannot process your application due to the reason that you did not meet either academic requirements or other standards as set by the scholarship programme…”


Hmm.. entah berapa kali saya menerima email penolakan seperti ini. Padahal sama seperti usaha -usaha sebelumnya, usaha saya kali ini sudah sepenuh hati. Tapi masih saja berbuah penolakan. Bahkan untuk usaha kemarin, saya sampai mengorbankan waktu lebaran bersama keluarga juga meninggalkan suami yang saat itu tengah berduka karena ditinggal Bunda. Uuuppmff… harus seperti apa lagi yah saya berusaha?


Memang saya sangat lemah untuk salah satu item persyaratan, B. Inggris. Tidak memenuhi standarisasi mereka. Tapi jika saya sedikit boleh sombong, saya pikir di beberapa item persyaratan lainnya sudah cukup memenuhi. Huh.. memang tidak boleh ya, sedikit saja melonggarkan persyaratan yang ada?


Saya sudah mencoba segala cara untuk memperbaiki bahasa inggris saya. Tapi kok, rasanya masih saja jauh dari harapan. Apa saya yang memang bodoh? Atau metode belajar yang salah? Atau mimpi saya yang terlalu tinggi hingga sulit untuk diraih?


Kecewa, sedih dan merasa tidak memiliki kemampuan apa-apa. Hmm.. lalu sampai berapa kali yah, saya harus mencoba? Tuhan, mohon untuk dijawab segera.

Sunday, November 8, 2009

Punya baby

Ada banyak alasan kenapa saya menunda kehamilan. Mulai dari masalah pekerjaan, psikologis, sampai kondisi finansial kami berdua. Klise memang, tapi hal-hal itu yang sangat menggangu saya. Soal pekerjaan misalnya, ketika menikah dulu usia bekerja saya di perusahaan baru belum genap 6 bulan. Entah mengapa merasa tak etis saja, kalau belum apa-apa sudah berbadan dua.

Terlebih kondisi finansial kami berdua, waah.. benar-benar bikin pusing kepala. Karena dengan sok-sok an, kami menginvestasikan semua tabungan, termasuk pemotongan gaji selama 15 tahun kedepan untuk rumah tipe sangat-sangat sederhana. Entah lah, bagi kami berdua rasanya rumah itu segalanya. Karena berangkat dari sini, kami bisa lebih tenang membangun masa depan.

Namun produser saya saat itu, membantah habis-habisan argumen soal penundaann kehamilan ini. Bagi dia, kalau bisa sekarang, kenapa harus nanti. Kemudian masalah finansial, menurut dia dalam hidup 1 + 2 itu tidak sama dengan 3. Tapi bisa saja 4 atau mungkin 7. Selalu ada kemungkinan-kemungkinan yang tidak terbayangkan dan kekhawatiran-kekhwatiran itu hanya akan menambah beban hidup. Walaupun ia tetap menggarisbawahi pentingnya perencanaan dan tentu saja kerja keras.

Lo percaya ga met, gw pernah dapet bonus 10 gaji. Dari bonus itu gw ngelunasin semua utang-utang gw, dan beli kebutuhan lain yang sebelumnya ga pernah terpikir bakal kebeli,” ucapnya kala itu."

Dalam perbincangan santai dengan salah satu petinggi kantor yang wajahnya kerap muncul ketika perusahaan sedang bagi-bagi bantuan (narsis abis lah pokoknya), juga mengungkapkan hal yang sama. Ia bilang, ia selalu menemukan jalan ketika tengah pusing memikirkan biaya untuk kelahiraan tiap putranya.

Kaya anak gw yang terakhir, gw pusing banget nyari dari mana. Eh, tiba-tiba aja gw ditawarin gabung disini. Gw dapet duit, bahkan kompenasasi yang harus gw tanggung karena ninggalin kantor lama dibayarin juga sama tvone. Pas anak ke… (saya lupa anak keberapa), gw bahkan sampe kebeli mobil baru,” jelasnya panjang lebar."

Yah… memang hidup itu sulit ditebak. Kata seorang teman, manusia berencana Tuhan yang berantakin. Atas dasar itu, kenapa saya khawatir punya anak. Tahu sendiri dari orok ajah kebutuhannya sudah banyak, apalagi pas kuliah nanti, setelah ada UU yang mengkomersialkan pendidikan. Ga kebayang biaya yang mesti dikeluarkan. Waduh… bener-bener harus dipikiran mateng-mateng deh.

Tapi beberapa bulan belakangan ini, saya berada pada posisi jenuh dan bosan dengan hidup. Selain entah kenapa semakin jauh saja untuk mewujudkan mimpi, tiap hari saya juga selalu ditempa ritme kerja yang sangat gila. Sebuah perasaan miris, bahwa ternyata saya tidak lebih dari buruh yang diperas tenaganya dan membuat kaya si pemilik modal. Sudah tidak ada lagi kenikmatan bekerja (waahh.. jadi melebar kemana-mana nih).

Yah begitu lah, akhirnya saya berada dalam kondisi ‘ingin punya anak’. Karena saya berpikir, pasti perusahaan juga punya hati nurani. Masa bumil masih disuruh kerja rodi, hihihi.. Apalagi menegok rekan sekantor yang ketika dinyatakan hamil, langsung di grounded-kan. Hehe.. dalam artian beban kerjanya lebih berkurang begitu. Pasti nikmaaattt banget..

Apalagi saya yang dituntut harus tampil di tipi, ga mungkin kan bumil yang badannya melendung kaya babi tetep disuruh wara-wiri di tipi? Haha… atas dasar pertimbangan itu, SAYA INGIN PUNYA BABY… dan tentu saja, agar kehidupan kami berdua bisa lebih baik lagi. Amiennn....

Hmm.. doain kami yaaahhh… =’)