Monday, May 25, 2009

Hey … Meita, mengapa kamu tidak pernah menulis lagi?

Hey … Meita, mengapa kamu tidak pernah menulis lagi? Hmmm… Iyah, lama banget yah saya tidak menulis. Sepertinya sudah mulai lupa bagaimana caranya merangkai kata-kata. Ga tau kenapa, mungkin karena hidup saya yang mulai ‘templete’. Gampang diterka, selanjutnya apa. Singkat kata, terjebak dalam rutinitas yang itu-itu saja. Dan semua soal politik dan politik dan politik lagi. Huh … saya jenuh!!!  

Memang beberapa waktu lalu Produser saya sudah menawarkan untuk menggarap program lain. Wow senengnya minta ampun. Tapi sepertinya dia setengah hati. Karena tiap hari masih saja saya diajak berdiskusi dan menanyakan siapa narasumber berikutnya. Huhuhu …  
Sebenarnya saya senang dengan apa yang saya lakukan. Tapi wajar saja kalau saya merasa bosan dan sekarang berada pada titik akumulasi tertinggi. Butuh suasana baru, sehingga kreatifitas tidak buntu. Seperti sekarang ini nih, huhuhu …  

Tapi sebenarnya lagi, saya juga sudah muak dengan prilaku elit politik kita. Pragmatis dan pathethic. Entah kenapa saya sangat yakin seyakin-yakinnya bahwa dalam pemilu Legislatif kemarin hampir seluruh partai politik peserta Pemilu melakukan kecurangan. 
Hanya disini, kecurangan tersebut dilakukan dengan cantik dan apik serta terbalut system oleh Partai Demokrat sehingga suaranya bisa melonjak hingga sekitar 300 persen.  

Hmmm .. memang sih, ini hanya sekedar asumsi saya. Terutama setelah berbincang dengan salah-satu praktisi politik kenamaan tanah air, Denny JA. Dia bilang, bagaimanapun juga akan sulit mengalahkan incumbent. Sebab menurutnya, orang yang berada di lingkaran kekuasaan akan lebih mudah memenangkan pertarungan. “Yah misalnya pembagian Bantuan Langsung Tunai yang dilakukan beberapa minggu sebelum hari pencontrengan,” begitu katanya.  

Tapi ya sudah lah, sudah lewat juga. Sekarang saatnya melihat Pilpres. Masih asumsi saya, sepertinya Indonesia sedang krisis tokoh. Coba diantara kandidat yang ada, kok tidak ada yah yang bisa menggoda saya untuk mencontreng mereka. Walaupun katanya popularitas salah satu kandidat, Pak Beye, cukup tinggi, tetap saja bagi saya tidak ada apa-apanya. Kita sudah lihat lah bagaimana cara dia memimpin, apa saja pencapain yang sudah diraih. Dan lagi-lagi menurut saya tidak ada yang fenomenal. Lalu kenapa kita harus memilih dia lagi? Kenapa tidak dikasih kesempatan orang lain untuk memimpin. Hmm .... yah itu dia, karena memang tidak ada yang bisa dipilih lagi.  

Masih menurut Denny JA, dari survey yang lembaganya lakukan beberapa waktu, tingkat popularitas Pak Beye memang tinggi. Tapi dalam salah satu klausal yang ditanyakan kepada masyarakat, ternyata yang pro perubahan jauh lebih tinggi daripada pro status quo. Dari situ saya bisa menarik kesimpulan bahwa masyarakat memilih Pak Beye karena memang tidak ada pilihan lain.  

Siapa coba dari ketiga kandidat yang kira-kira membawa perubahan? Megawati..? Ya ampun, bukannya mau mengunderestimate putrid Proklamator ini. Tapi kita bisa lihat bagaimana dia ketika memaparkan visi misi ekonomi di Depan Kadin. Ditanya apa, dijawab apa.  
Lalu JK, hmmm… honestly, I like this guy. But don’t you think he too old to being our leader? Jika dia tidak menggandeng Wiranto, bukan saya akan sedikit berpikir untuk memilih Pak tua.  
Bagaimana dengan pak Prabowo? Saya juga sedikit suka dia. Bukan karena saya pernah mewawancarainya, tapi saya tergoda dengan iklan-iklan politiknya. Terasa konkrit dan menggunakan angka dan data-data (two tumbs up buat konsultannya). Tapi saya tidak suka dengan karakternya yang tempramen dan masa lalu dia yang berdarah-darah itu (walaupun saya tahu, siapa Jendral di negeri ini yang ketika berkuasa pada saat Orde Baru tangannya tidak berdarah-darah?).  

Kalau Boediono, waduuhhh… no comment deh. Saya tidak tahu apa-apa soal dia. Tapi dengan keputusan Pak Beye menarik dia sebagai Cawapres seolah-olah menunjukan kepada asing bahwa Esbeye tidak tunduk atau ditekan oleh Partai Islam. (Ingat, Islam saat ini menjadi kekuatan yang dinilai 'mengancam' asing dan partai Islam banyak yang merapat ke Demokrat. Sementara dimata saya, Esbeye sangat ramah terhadap Asing, dalam hal ini Amerika).

Karena itu menurut praktisi Intelejen yang juga anggota DPR, Soeripto mengatakan, Pilpres nanti harus diselesaikan dalam satu putaranya saja (saya tidak tahu kenapa dia mengatakan ini. Hmm.. apa karena PKS mendukung Pak Beye?). Karena jika sampai dua putaran, dia khawatir akan terjadi chaos yang bisa saja lebih dahsyat dari ’98. “Mereka sama-sama terobesesi untuk berkuasa. Dan ingat juga, ini pertarungan antar Para Bintang,” terang Soeripto.  

Yaaah… begitu lah. Lihat saja nanti. Yang penting sekarang, saya siap-siap saja buat mengerjakan program baru. Hmm… Jalan-jalaaaannn. =’)  


Ps : tulisan ini murni pendapat pribadi. Tanpa tendensi apa-apa.