Monday, October 6, 2008

Syefa sayang, Syefa malang



Bayi gempal nan mengemaskan itu sibuk sendiri bermain-main dengan keduajarinya dan baju yang baru beberapa saat diganti sehabis mandi. Ia mengoceh, bergumam, menjerit menandakan suasana hatinya sedang nyaman sore itu. Jika ada satu orang saja mengajaknya tertawa, ia akan tertawa lebih lebar sembari mengoceh, bergumam dan menjerit. Bahkan ditengah kantuk yang berat atau haus yang melanda kerongkongan, ia tetap akan tertawa saat ada yang mengajaknya bercanda. Hmm.. saya menyebutnya, 'bayi yang ga pernah susah'.

Sebutan itu tidak semata karena hobinya yang suka tertawa. Tapi ada berjuta harapan, agar besar kelak hidupnya selalu bahagia. Bagaimana tidak, Syefa nama bayi itu, sejak lahir, belum pernah mengenal sang ibu. Merasakan dekapan hangat dan menghisap banyak-banyak air susu yang akan membuatnya tumbuh kuat.




Ia lahir piatu. Hanya dua hari, Syefa punya Ibu. Itu pun tanpa pernahbertemu. Disaat ia masih harus tinggal diruang inkubator, sang bunda berjuang melawan kematian. Kata orang itu takdir. Bagi saya, kematiannya datang dari tangan-tangan kotor para Dokter yang rakus uang. Tapi ya sudahlah, nanti pasti ada balasan dari Tuhan. Mungkin saja melalui tangan Pengadilan. Yah.. keluarga kami memang sedang memperkarakan kematian bunda Syefa ke pihak kepolisian.

Bulan ini, umur Syefa genap enam bulan. Meski tanpa ibu, saya tahu ia takakan pernah kekurangan kasih sayang. Keluarga besar kami, selalu berebut ingin merawat dan melimpahinya perasaan nyaman. Tapi bagiamana ya, saat ia benar-benar sudah besar? Apakah sama, kasih sayang kami dengan kasih sayang sang bunda? Kepada siapa Syefa benar-benar bisa berkeluh kesah? terlebih saat ia beranjak remaja yang penuh dengan dinamika.

Memang Syefa masih punya ayah. Namun saya tidak yakin sang Ayah mampu memenuhi kebutuhan batiniah kalau sekarang saja ia sibuk dengan sang pacar. Lihat.. bagaimana saya bisa percaya, belum genap tiga bulan bunda pergi, lelaki hidung belang itu sudah asyik bercumbu dengan orang baru.




Duuh.. Syefa sayang, Syefa malang... kamu harus bahagia yah. Kini, esok dan selamanya. Dengan siapapun yang tulus memberimu cinta, meski tak setulus kasih bunda.

Lalu bunda.., kenapa kamu harus pergi begitu cepat? Tak habis pikir mengapa hidupmu terlalu singkat. Kamu baik pada siapa saja. Bukan kah, seharusnya kamu bisa hidup lebih lama. Menemani Syefa dan menimbang cucu di hari tua. Atau, ini memang benar-benar rencana tuhan agar bunda tidak pernah sakit hati melihat sifat asli sang suami.?

Syefa tertidur. Sepertinya, ia sudah lelah... mimpi indah yah. Saya tahu, dalam mimpi itu kamu pasti akan bertemu bunda dan bercerita tentang pelik dan indahnya dunia.