Sejak hamil anak pertama, seperti ibu-ibu pada umumnya, saya selalu terobsesi untuk memberikan yang terbaik untuk anak saya. Mulai dari ASI eksklusif, Mpasi rumahan, sampai imunisasi saya lakukan. Alhamdulillah, Danis, anak pertama saya tumbuh sehat, pintar, kuat dan jarang sakit hingga saat ini diusianya menjelang 4 tahun.
Pun anak kedua, saya lakukan hal yang sama. Malah si kecil lebih 'beruntung' dari kakaknya. Dia tidak pernah sekalipun saya tinggal hingga berhari-hari seperti kakaknya dulu. Sampai sekarang si kecil masih menyusu, walaupun harus campur susu tambahan saat saya tinggal bekerja.
Tapi yang membuat saya heran, si kecil ini mudah sekali sakit. Dia sudah dua kali menginap dirumah sakit karena bisul dan karena rota virus. Belum lagi langganan batuk pilek, yang bisa dibilang hampir sebulan sekali. Saya sedih kok bisa yah? Padahal makannya bagus. Sayur dan buah suka. Bahkan sampai sekarang masih ASI. Kok bisa yah? Katanya anak ASI jarang sakit?
Meski sering sakit, saya termasuk yang 'pelit' kasih obat. Saya rawat biasa saja. Paling kasih obat diwaktu malam hari, agar bisa tidur pulas. Itupun hanya paracetamol, atau obat-obat dosis ringan yang dijual dipasaran.
Sempat ada tetangga yang 'protes' atas cara saya merawat anak yang sakit ini. Dia suka mengeluh anaknya jadi tertular. Yah sedih dianggap punya anak bawa 'wabah' penyakit.
Dalam kasus ini, saya memang punya pandangan berbeda dari tetangga-tetangga saya. Mereka, menurut saya, gampang sekali memberi obat ke anak-anak mereka. Padahal kalau hanya common cold harusnya bisa sembuh sendiri. Memang sih, rasanya tersiksa banget saat anak sakit. Tapi hal itu tidak membuat saya lantas begitu mudah memberi obat. Apalagi sampai harus ke dokter. Kalau bukan menurut saya urgent, tidak perlu lah ke dokter.
Tapi hari ini, saya akhirnya nyerah dan membawa si kecil ke dokter karena batuk pilek yang tidak kunjung sembuh selama hampir sebulan. Saya bawa ke dokter, karena tadi malam dia kembali demam. Kalau dihitung dalam sebulan ini dia sudah tiga kali demam. Jadi pilek dan batuk sudah mau sembuh, lalu tiba-tiba demam lagi dan batpil kembali muncul.
Si kakak juga saya bawa, karena ikut batpil meski tidak demam.
Yah dokter belum tahu sih, apa penyebabnya. Dia bilang perlu pemeriksaan lab lebih jauh. Obat yang diberikan, hanya untuk meredakan batpil dannnn.. Antibiotik! Nah, ini yang saya bingung, wong dia belum tahu penyebabnya apa kok dikasih antibiotik?
Ini yang membuat saya kadang malas ke dokter. Kenapa sih ga dicari tahu dulu penyebabnya apa, baru dikasih obat? Kenapa tidak bersabar menunggu hasil lab, baru diberikan antibiotik jika memang diperlukan. Rasanya ke dokter itu hanya buang-buang waktu. Sudah antri lama, mahal, dokternya males pula cari tahu penyakit pasiennya.
Anyway kembali lagi soal ASI. Lalu benarkah anak ASI itu tidak gampang sakit? Dalam kasus anak saya, kayanya pernyataan yang selalu digembar-gemborkan aktivis ASI itu tidak selalu benar. Yah mungkin saja, anak saya special case. Atau mungkin juga, seandainya si kecil tidak diberi ASI justru dia akan lebih sering lagi sakit?
Wal Hu Allah Hu Allam. Yang jelas seperti orang tua pada umumnya, saya hanya ingin anak-anak sehat. Tidak tega rasanya melihat mereka merengeng kesakitan. Semoga besok, mereka bisa kembali ceria.
Amin..