Monday, January 25, 2010

curhat dikit

Sejak beberapa bulan belakangan ini saya sedang mencoba untuk mencerna berbagai dinamika yang terjadi di kantor pasca kehamilan saya. Semuanya memang menjadi berubah. Saya tentu tidak bisa lagi menjadi saya yang dulu. Yang harus mengerjakan segala sesuatunya sendiri, nyaris tanpa bantuan. Mulai dari Pra produksi, eksekusi sampai Post pro harus saya hadapi.

Sekarang, kantor tidak membebankan pekerjaan seberat dulu lagi. Malah menurut saya, nyaris tanpa aktivitas yang berarti. Terkadang saya merasa, ini seperti hukuman. Karena berkali-kali, entah itu Produser maupun Eksekutif Produser seperti menyayangkan kehamilan saya. Sebab menurut mereka, program yang saya megang saat itu meskipun baru namun sudah menunjukan penerimaan yang relatif bagus dari penonton jika melihat rating dan share yang memang merupakan indikator dari respon masyarakat terhadap sebuah program.

Namun semenjak posisi saya (sebagai host) digantikan, kejayaan program itu seolah turun begitu saja. Bos-bos diatas dengan begitu yakin menganggap hal ini terjadi karena posisi saya digantikan oleh orang lain. Padahal pengganti saya, sudah jauh lebih senior dan berpengalaman sebagai host. Tapi masalahnya, dia pria! Dan itu yang dipercaya para bos sebagai penyebab kejatuhan program kami..

Entah apa karena saya yang sedang sensitif atau bagaimana, tapi saya merasa ‘ketidaksukaan’ mereka dengan kehamilan saya memang benar adanya. Hal ini terbukti ketika salah satu pimpinan mengatakannya langsung ditengah-tengah Rapat Kerja divisi dan di dengar langsung oleh puluhan orang yang mengikuti raker tersebut.

Memang ada sedikit rasa bangga ketika Ia mengatakan, bahwa program kami itu berjalan dengan baik ketika saya masih dapat bertugas dan tidak lagi saat orang lain yang mengerjakan. Tapi kenapa masalah kehamilan ini harus diungkapkan berkali-kali sih.. Diumumkan pula.

Kegundahan saya sedikit terobati kala hipotesa para bos-bos tadi dipatahkan oleh atasan mereka sendiri. ”Intinya Kreatifitas!!! Bukan semata-mata faktor Host,” begitu kata mereka.

Huh… saya tidak tahu harus berkata apa saat ini. Rasanya, tidak mau berpikir yang buruk-buruk karena takut berdampak buruk juga ke janin saya.” Tapi saya sudah berkali-kali mengatakan bahwa, ”saya masih kuat kok untuk bekerja seperti biasa. Tentu dengan intensitasi yang sedikit berkurang. Misalnya seperti membantu program lain untuk meliput di Jakarta saja. Tapi permintaan itu tidak diluluskan, padahal yang minat dengan tenaga saya cukup banyak mengingat minimnya SDM disini.

Tapi ya sudah lah, sekarang saya coba untuk nikmati saja. Toh tidak ada ruginya juga. Saya tetap digaji seperti biasa (minus tunjangan liputan tentunya) dan saya bisa melakukan hal-hal yang sebelumnya agak susah saya lakukan dengan ritme kerja yang gila-gilaan. Hanya saja masalahnya sekarang adalah, MALAS..!!! Hal ini yang benar-benar harus saya cari jalan keluarnya. Huh...