Waktu di sekolah dulu, saya pernah punya beberapa teman dekat. Yah, ngegenk gitu deh. Jumlahnya sekitar 8 orang. Kami sangat dekat satu sama lain. Kami juga punya hobi yang sama, musik. Sampai kami punya band dan berhasil jadi band (kayanya yah) perempuan pertama yang manggung di acara Pentas Seni atau pensi ulang tahun sekolah kami.
Tidak mudah untuk bisa tampil di acara pensi. Kita harus ikut audisi dulu. Dan entah kenapa band kami bisa lolos audisi. Padahal masih amatir. Mungkin karena semua anggotanya perempuan, jadi juri merasa kasian. Hehe..
Selepas sekolah, tak satupun dari kami menempuh kuliah di universitas yang sama. Tapi kami masih sesekali bertemu, apalagi di saat momen penting seperti pernikahan dari salah satu kita.
Sampai suatu hari, kami berkumpul di sebuah Rumah Sakit. Salah satu dari kami sakit. Dia menderita suatu penyakit, tepat beberapa hari setelah melahirkan anak pertamanya. Saat itu saya pikir, dia akan segera sembuh seperti sedia kala. Tapi ternyata saya salah, penyakit itu membuat dia tidak bisa lagi berjalan.
Saya sedih sekali. Tidak terbayang rasanya menjadi dia. Waktu di rumah sakit, saya melihat wajahnya yang begitu tegar. Saya memang jarang mendengarnya mengeluh, saat kami masih sekolah dulu.
Lalu dia kembali ke Batam. Melanjutkan hidupnya disana. Beruntung BUMN tempatnya bekerja, masih mau menerimanya. Sejak saat itu, kami jarang berkomunikasi. Standar sih, karena kesibukan dan lain sebagainya.
Tapi sesekali saya masih mengikuti perkembangannya. Dia sangat ekspresif menuangkan perasaanya di sosial media. Kadang saya sangat sedih membaca apa yang dia tuliskan. Terutama karena ada perlakuan diskriminasi yang dia rasakan. Tapi saya memilih untuk diam tidak memberi komentar, karena takut melukai perasaanya. Yang bisa saya lakukan hanya berdoa.
Terakhir, saya melihat postingan foto terbarunya. Dia duduk di kursi roda, sedang berkumpul bersama keluarga. Saya melihatnya tersenyum, dan saya ikut tersenyum walau dengan hati yang sedih.
Senyumnya membuat saya saya merasa malu, kerdil karena terlalu banyak mengeluh. Saya tidak diposisi dia, tapi saya selalu merasa kurang dan ingin lebih. Saya selalu merasa mendapat perlakuan tidak adil, padahal hidup saya tidak ada apa-apanya dibandingkan apa yang dialami teman saya.
Kepada seorang teman, terima kasih sudah mengingatkan. Semoga kita bisa sama-sama menjadi manusia yang lebih banyak bersyukur.
Mari bersabar...