Monday, October 22, 2012

Welcome a Board, Baby Einar!




Einar Albarr Radiantara. Born: Oct 11-2012. 3030gram,  47cm


Akhirnya yang ditunggu-tunggu selama hampir sembilan bulan, datang juga. Anak kedua saya, adiknya Daniswara. Saya dan Gentur sepakat untuk menamainya: Einar Albarr Radiantara. Artinya apa? Hmm.. saya lupa. Hehe.. Yang jelas, Einar itu nama Skandinavia. Sedangkan Albarr diambil dari Asmaul Husna yang artinya Maha Pembuat Kebajikan (nama pasaran, tapi saya sukaaa..) dan yang terakhit itu nama Jawa. Nama yang menurut saya dan Gentur lebih netral dibandingkan nama yang kami beri kepada kakaknya dulu. Jadi dijamin, Einar ga bakal kesulitan kalau nanti mau berkunjung ke Israel. *alah..

Awalnya, si Gentur ngoyo pengen ada unsur klub sepak bola favoritnya, Liverpool. Tapi saya tolak. Alasannya, sekarang saja tuh klub sudah kalah melulu. Jangan-jangan nanti kalau Einar besar, sudah tinggal nama. Hehe...
Anyway, seperti kakaknya, kelahiran Einar juga terbilang cepat dan mudah (kalau kata orang-orang sih). Tapi buat saya, tetap saja hororrrr... Apalagi saat frekuensi kontraksi meningkat, rasanya seperti sakaratul maut (yaealah kaya pernah ajah. Hehe..). Saat itu, saya seperti orang gila yang teriak-teriak tobat dan minta ampun sama yang Maha Kuasa. Ihh.. lebay banget yah?

Saya tiba di rumah sakit pukul setengah empat subuh dan Einar lahir pukul 06.43 pagi setelah sebelumnya saya mulai merasakan mules sejak pukul 02.00 dini hari. Kata bidan yang menangani persalinan saya, proses kelahirannya lancar dan nyaris tanpa ada robekan. Lucunya, saya tetep dijahit karena menurut si bidan ada lacet yang tetap harus diperbaiki. Rasanya waktu dijahit, beuuhhh.. maknyus! Karena dia menjahit tanpa menyuntikan obat bius sebelumnya. 

walaupun nakal, aku sayang banget loh sama dedek Einar ;')


Meski horor, saya tak pernah berhenti bersyukur selalu bisa melewati proses melahirkan yang mudah dan cepat. Bahkan waktu Danis, saya tiba di rumah sakit pukul setengah enam sore, jam 7 sudah lahir dengan frekuensi kontraksi yang terasa lebih relax jika dibandingkan dengan Einar. Padahal waktu Danis, saya sudah merasakan mulas sejak setengah 9 pagi. Tapi relatif lebih santai dan tidak terasa terlalu sakit.

Di kehamilan dan kelahiran kedua ini saya juga semaksimal mungkin menghindari stres. Tidak mau terlalu memikirkan detil, harus ini – harus itu, tidak boleh ini – tidak boleh itu. Karena saya ga mau berujung baby blues seperti waktu melahirkan Danis dulu. 

IMD asal-asalan, biaya RS membengkak padahal lahiran dengan bidan dan cepat, bayi baru diantar setelah lebih dari 7 jam, menjahit tanpa obat bius, ASI keluar hari keempat, dsb ga bikin saya stres. Yang penting Einar sehat!


Alhamdulillah sampai saya menulis tulisan ini Einar sehat dan tidak serewel Mas-nya dulu. Tidur teratur, nyusu juga. Ga melulu harus digendong dan sebagainya. Bahkan waktu kontrol ke dokter kemarin, beratnya naik hampir 300 gram! Ini termasuk langka karena pada umumnya minggu pertama bayi lahir berat badannya pasti menyusut.

Hanya sekarang yang bikin saya lumayan stres adalah tingkah si Mas Danis. Sejak adiknya lahir, dia jadi cengeng, nakal, susah untuk dikasih tahu dan cenderung membangkang. Memang sih Danis terlihat sayang sama adiknya, tapi di sisi lain nakal dan cengengnya itu bikin dia hampir setiap hari kena marah saya dan Gentur.

Saya dan Gentur sebenarnya paham betul bahwa ini merupakan cara Danis untuk cari perhatian. Kita juga sedih dan menyesal setengah mati kalau habis memarahi dia. Rasanya konyol juga, anak sekecil itu yang tidak tahu apa-apa harus kena marah kita.

Yah semoga saja ini tidak lama. Kasian si bibik juga yang harus kerja ekstra menghadapi kenakalan Danis. Belum lagi pekerjaannya sekarang yang tambah banyak. Hmm.. semoga saja yah!

Friday, September 21, 2012

Daniiss.. Udah Dong Nontonnya!

Sudah hampir 3 minggu ini Daniswara (26M) keranjingan nonton DVD Thomas and Friends. Bangun tidur, mau tidur, lagi makan, DVD tututttnya (sebutan Danis untuk kereta api) harus dalam keadaan menyala. Awalnya sih saya senang dengan kebiasaan baru Danis ini.

Ini anak jadi jarang main diluar.  Bahkan pernah dalam sehari, ga ngelayap sama sekali. Dia dirumah saja main-main sendiri (atau temannya yang datang), tapi DVD si Thomas tidak boleh mati. Makan juga relatif lebih banyak dan ga ribet. Kalau dia ga mau makan, tinggal ancem tututnya dimatiin, langsung deh mulutnya mangap.


Kalau mo bobok teve harus nyala dulu (_ _')


Saya melihat, anak ini ga sedekil dulu waktu masih doyan kelayapan ga kenal waktu. Dia juga ga kegemukan seperti yang dikhawatirkan para ahli kepada anak yang kecanduan televisi (padahal saya berharap sih dia bisa lebih gemuk dikit. Hehe...). So far, ga ada perkembangannya yang mengkhawatirkan. Danis tetap semakin hari, semakin pintar.

Kadang saya mikir, mungkin karena anak ini tahu sebentar lagi mau punya adik jadi jarang rewel. Si bibik juga sekarang lebih santai. Ga ada lagi tuh cerita nyuapin sambil gendong muterin kampung tetangga. Jadi kalau adiknya sudah ada, bibik bisa tenang ga harus seharian nemenin Danis. Dan saya juga ga perlu tambah bibik lagi deh. Hehe..

Tapi tetap saja pada akhirnya saya khawatir juga dengan ini karena kebiasaan Danis ngemut tangan yang semakin parah saat nonton DVD atau televisi.. Kalau saya perhatikan, gigi depannya semakin hari semakin terlihat berantakan. Kayanya sih karena efek ngemut tangan tadi. Terlebih saya takut kebiasaan ini bisa merusak matanya, walaupun orang rumah selalu cerewet agar dia tidak terlalu dekat menonton.


Lagi tergila-gila sama teve


Anak ini juga semakin susah kalau diajak pergi. Kadang lucu juga sih, ada gituh anak bayi yang nolak diajak jalan-jalan? “Dedeee diumah ajaaahhh...” celoteh Danis kalau diajak pergi.

Belum lagi dia suka terbangun subuh-subuh buta dan langsung minta keluar kamar buat nonton tutut. Bahkan kami harus merayu mati-matian agar dia mau tidur dikamar yang walaupun lebih nyaman tetap dia tolak karena ga bisa nonton tutut.

Saya dan Gentur (yang juga atas rekomendasi bibik) sempat kepikiran buat ngumpetin tuh keping DVD. Meski dia pasti tetap minta dihidupin teve buat nonton kartun favoritnya yang lain, tapi at least kalau kartun favoritnya tidak tayang teve bisa kembali mati.

Tapi setelah saya pikir-pikir lagi, it’s not that bad, isn’t? Toh sesuai dengan keinginan saya anak ini jadi ga suka kelayapan. Tidur dan makan juga lebih teratur. Perkembangan fisik & psikis sejauh ini sih baik. Jadi saya bisa lebih tenang ninggalin dia kerja.

Pada akhirnya, saya sih hanya berharap dia akan merasa bosan. Bayi juga manusia kan?

Sunday, August 26, 2012

Kangen


Kok tiba-tiba, saya kangen masa-masa muda yah? Masa muda selepas bangku kuliah. Kangen menikmati sebatang rokok ditengah jalan sepi, sambil menakar mimpi. Kangen menghabiskan malam di kantor sampai pagi, browsing apapun mencari jati diri. Kangen menikmati hiruk-pikuk jakarta, bersama teman-teman lama. Kangen diskusi-diskusi panjang bersama sahabat & orang-orang tercinta. Entah kapan yah bisa terulang lagi?

Yah.. Bisa ajah sih kalo mau diulang. Tapi pasti rasanya ga bakal sama dan tidak mungkin berlama-lama. Karena hati dan pikiran, selalu maunya cepat-cepat pulang. Kepikiran yang dirumah. Lucu memang. Waktu masih sekolah, kita pengen cepat-cepat kuliah. Sudah kuliah, ingin cepat-cepat menikah. Sudah menikah, keinget yang lama-lama.

Tapi sebenarnya di masa manapun kita berada, sama saja kok suka galau-galau juga. Hanya bedanya, dulu galau karena pacar ga punya dan sekarang galau kapan bisa renovasi rumah. Hehe..

Well that’s life. It’s just like buying one way ticket. There's no way to come back. Saya menulis ini, bukan karena saya tidak bahagia dengan hidup sekarang. Hanya ingin mengenang romansa masa muda gitu deh. Hehe..

Monday, May 21, 2012

Parenthood



Beberapa minggu lalu saya mendapat kiriman link video Youtube tentang seorang ibu muda yang menyiksa bayinya. Rasanya shock minta ampun melihat video berdurasi sekitar 4 menit itu. Ga habis pikir, kok ada seorang ibu yang tega menyakiti anaknya sendiri. Sementara binatang saja jika bayinya kita dekati, mereka akan menjadi galak sebagai bentuk tindakan protektif kepadanya anaknya.

Memang ibu tersebut, berdasarkan berita yang saya baca di internet, sudah menerima hukuman 18 bulan penjara. Tapi rasanya, saya kok ga puas yah. Ibu itu harus dihukum sampai si anak mengerti dan akhirnya mau memaafkan langsung Ibunya tadi.

Saya menangis saat menonton video itu. Walau hanya menonton sekali, tayangan Ibu yang memukul dan menendang bayinya tersebut terus saja membekas dalam ingatan. Lalu saya akan lebih sedih lagi ketika ingat saya pernah begitu jahat sama Danis, anak saya. Yah, tidak sejahat ibu dalam video asal Malaysia itu. Tapi saya ingat pernah begitu kesal pada Danis dan melayangkan cubitan saat Bibik, yang biasa membantu kami sehari-hari sedang pulang kampung lebaran tahun lalu.

Saat itu, saya harus mengurus semua keperluan rumah sendiri karena suami juga masih harus bekerja. Danis begitu rewel. Maunya digendong terus. Padahal dia sudah besar, meski belum bisa jalan.

Kejadian serupa terjadi lagi beberapa minggu lalu saat Bibik pulang kampung. Saya sedang hamil muda dan Danis lebih nakal dari yang sebelumnya, karena dia sudah bisa berlari. Entah berapa kali saya marah pada anak ini dan mencubit dia. Tapi surprise-nya, anak ini hanya nangis sebentar lalu dia sibuk main lagi. Hmm.. kebayang kan betapa nakalnya dia?

Saya sempat mengeluhkan hal ini beberapa kali kepada Ibu saya. Pada kejadian lebaran, Ibu hanya bilang agar saya banyak sabar: “Namanya juga bayi, kamu marah-marah juga ga bakal ngerti. Ngapain bikin cape sendiri,” kata Ibu.

Lalu saat saya mengeluh hal yang sama beberapa waktu lalu, kali ini jawaban Ibu sangat menohok: “Makanya, lain kali anak kasih Indomie ajah. Ga usah lah kasih makanan-makanan bergizi. Kalau makan Indomie, dia kan jadi lemes tuh. Diem, ga ada gizi untuk lari-lari.” Hehe.. rupanya Ibu sebel saya tidak juga mengerti bagaimana menghadapi anak yang memang sedang nakal-nakalnya.

Well, begitulah.. Selama ini cuma ada teori-teori parenting tapi tidak ada cara yang sahih bagaimana melatih kesabaran dalam membesarkan anak. Karena saya tahu dari Bapak saya, kalau Ibu dulu juga pernah mengeluh hal yang sama saat saya masih bayi dan sangat rewel sekali. Waktu itu jawaban Bapak saya atas keluhan ibu: “Ya udah, Ibu tutup ajah mukanya pakai bantal biar tuh anak diam,” Hehe.. Bapak saya ternyata lebih kejam yah dalam memberi saran. Tapi menurut Bapak, hal itu Ia lakukan karena sudah sering menasehati dan membesarkan hati Ibu untuk lebih sabar dalam mengurus anak.

Kalau sekarang, jujur saja saya masih suka menyubit Danis. Tapi hanya sekedar untuk memberi pelajaran bahwa ada hal-hal yang tidak semua baik Dia lakukan. Kadang trik saya ini berhasil sih, walaupun biasanya hanya dimulut anak ini saja Dia bilang mengerti sesudahnya tetap kembali seperti semula. Hehe..

Gentur sendiri, suami saya, cenderung tidak setuju dengan cara saya menghadapi Danis. Dia pasti marah kalau saya mencubit Danis di depan dia. Sementara saya juga tidak suka cara Gentur yang menggunakan intonasi tinggi atau mirip membentak ketika menegur Danis. Somehow, saya menilai cara saya jauh lebih baik. Dengan memberitahu anak ini baik-baik, lalu jika dia masih mengulang baru saya melayangkan cubitan. Hmm.. ego saya kali yah, merasa yang paling benar.

Tapi semarah apapun saya pada anak ini, Insya Allah saya tidak akan sekalap Ibu muda di video itu. Di satu sisi, saya yakini Ibu itu pasti sedang mengalami persoalan lain yang memicu Ia melakukan kekerasan pada bayinya. Ini seperti yang terjadi pada saya. Jika dalam kondisi mood yang baik, senakal apapun Danis akan saya lihat sebagai sesuatu yang lucu bahkan terkadang membanggakan. Tapi ketika mood sedang buruk, Danis melakukan kesalahan kecil saja sanggup membuat saya marah seperti orang gila. Saya rasa pak Gentur juga seperti itu ketika Dia sedang memarahi Danis.

Yah.. ini memang PR besar untuk saya dan Gentur sebagai orang tau. Bagaimanapun juga, anak adalah amanah, pengubah dunia, sesuatu yang membanggakan dan menyenangkan apapun kondisinya. Semoga kedepan, kami lebih bisa mengontrol diri dan lebih bijaksana lagi. Amin YRA


Thursday, April 26, 2012

Sombong

Apa definisi sombong buat kamu? Suka show off? Berlebihan dalam hal apapun?

Seorang teman suatu hari pernah menulis mengenai hal ini dalam blognya. Ia kecewa karena teman-teman dekatnya selalu membicarakan tentang pencapaian setiap kali mereka berkumpul. Secara tidak langsung, ia ingin katakan kalau teman-temannya ini sombong. Ok, berarti definisi sombong buat teman saya adalah selalu mengumbar segala keberhasilan hidup.

Buat saya berbagai berita baik, seperti dapat beasiswa atau memperoleh pekerjaan yang menarik, tidak masuk dalam definisi sombong. Karena bagi saya, itu juga sebagai salah satu doping buat saya untuk bisa berusaha lebih baik lagi. Sejujurnya, saya senang sekaligus iri jika ada teman yang berhasil mencapai tingkatan tertentu. Tapi lagi-lagi, iri disini tidak dalam konotasi negatif yah. Saya maknai sebagai suatu kebaikan yang patut ditiru.

Lalu apa definisi sombong bagi saya? Well, sombong itu menurut saya justru ada pada orang-orang yang gemar meremehkan orang lain dalam hal apapun. Meremehkan mimpi orang lain, cita-cita orang lain, pekerjaan orang lain, pendapat orang lain ataupun keputusan orang lain akan hidupnya. Kalau merasa dirinya ‘paling’ dalam hal apapun, saya masih tidak terlalu masalah. Tapi kalau sudah merendahkan, wah.. orang ini pasti rendah sekali di mata saya.

Kadang tanpa saya sadari, saya juga kerap melakukan ini, merendahkan seseorang yang saya anggap sebagai teman dekat. Padahal niat saya cuma bercanda. Tapi tetap saja, sesudahnya saya akan merasa menyesal dan berharap bisa mengulang waktu (alah…). Karena saya pernah mengalami sendiri diremehkan orang lain. Rasanya tidak enak sekali.

So guys, if you wanna someone respect to you, please do same thing first to others.

Monday, April 9, 2012

I'm so proud of you dear Daniswara



Tak ada kenikmatan di dunia ini, selain melihat anak yang tumbuh sehat. Yah.. untuk yang satu ini, saya tak henti-hentinya bersyukur karena punya Jusuf Abiyyu Daniswara yang tumbuh sehat. Diusianya yang belum genap 2 tahun, Danis, Alhamdulillah, belum pernah kena penyakit yang aneh-aneh. Saya pun baru memberi obat ke Danis setelah umurnya hampir satu tahun. Itu juga karena bapaknya yang cerewet. Tidak percaya bahwa anak ini punya daya tahan tubuh yang lumayan baik.

Penyakit ‘terberat’nya terakhir adalah penyaki mulut dan kaki atau biasa disebut Flu Singapur. Dokter sempat memberi beberapa obat aneh yang diracik menjadi puyer. Tapi karena si Dokter sendiri mengatakan bahwa ini penyakit karena virus yang sebenarnya tidak perlu diobati dan karena Ia meresepkan puyer, maka sayapun urung memberi obat ke Danis.

Beruntung meski sedang sakit, anak ini masih mau makan dan minum susu. Memang sih badannya langsung kurus begitu sakit, tapi saya tidak pernah khawatir akan asupan gizinya.

Saya percaya daya tahan tubuh Danis bisa baik karena anak ini tidak termasuk picky eater alias mau dikasih makan apa saja. Sejak pertama kali mengenalkan solid food, saya memastikan bahwa Danis selalu mendapatkan asupan yang baik. Say no to instant food. Sama buah-buahan pun Dia tidak menolak, meski kadang susah juga sih. Mungkin karena bosan.

Bahkan sampai detik ini, si Bibik yang mengasuh Danis, masih menggunakan slow cooker untuk menyiapkan makan sehari-hari. Alat ini memang luar biasa. Kita tinggal masukin lauk, bumbu dan terakhir sayur-sayuran. Beres deh. Ga perlu ditunggu-tunggu. Kualitas rasa dan gizipun relatif tidak banyak berkurang.

Dipagi hari, biasaya saya kasih Danis tepung gasol yang dimasak dengan sayur-sayuran atau oatmeal sebagai variasi. Tujuannya agar dia tidak terlalu bergantung pada nasi. Tapi tidak jarang juga, saya hanya memberi nasi dengan abon atau telor rebus, agar tidak bosan. Terlebih saat Danis sakit.

Satu hal lain yang saya percaya ikut mendukung pertumbuhan Danis adalah ASI. Meski tidak sampai setahun dan disaat berumur 14 Bulan harus dicampur Susu Formula karena saya males memerah dan tugas di luar, tapi ASI lah yang memberi segala kebaikan kepada Danis. Ini cairan, juara banget deh pokoknya.





Dulu waktu jaman masih full ASI, saat Danis demam karena mau flu atau abis imunisasi. Saya biasanya langsung skin to skin contact sambil terus disusui. Hebatnya, kurang dari dua jam demamnya langsung turun. Kalau demam lagi, treatment yang sama akan saya lakukan. Ini cairan ajaib banget deh.

Yang saya juga tak kalah bersyukur adalah Danis yang semakin hari semakin pintar. Sejak umur 19 bulan, kami sudah bisa melakukan komunikasi dua arah dengan anak ini. misalnya ketika ditanya: “Danis sudah makan,?” dia akan menjawab: “Udaah..” “Makan dengan apa..?” kami tanya lagi, “Ikaannn…,” jawabnya. “Ikan apa..?” “Salmoonnn…”

Selain itu, anak ini sudah pandai bercerita dan mengadu. Misalnya ketika ada yang menurut dia menarik saat bermain di sore hari, maka begitu sampai rumah Dia akan bercerita apa yang Dia alami tadi.

Awalnya saya pikir itu adalah hal yang wajar, bahwa anak seumur Danis memang fasenya sudah bisa melakukan komunikasi dua arah. Sampai satu per satu tetangga mulai memuji kecerewetan anak ini. Selain itu, perlu kehati-hatian ekstra dalam mengucapkan kata-kata di depan anak ini. Salah-salah, dia akan meniru dan kita akan menyesal. Yah.. selamat datang di Golden Age..! Hehe...

Dia juga sudah pandai loh menyanyikan sejumlah lagu anak-anak seperti Balonku, Naik Kereta Api, Pada Hari Minggu, dll, meski memang masih dibantu. Berhitung sampai 10 juga sudah bisa, tapi harus nunggu moodnya baik dulu mau Dia mau berhitung. Hehe..

Kendala yang sekarang adalah lingkungan yang mendukung Danis menjadi anak yang doyan jajan. Kalau hanya sekedar naik odong-odong, saya tidak masalah. Tapi snack-snack dan coklat murah meriah ini loh yang bikin saya bingung harus gimana. Padahal dirumah sudah saya sudah menyetok beberapa makanan kesukaan dia.. 

Masalah lain adalah sulitnya kami berkomunikasi karena kadang saya tidak mengerti kata-kata yang dimaksud anak ini. Seperti kita, jika keinginannya tak tersampaikan maka kita akan ngambek dan marah. Demikian juga dengan Danis. Kadang, suka lucu juga sih jadinya. Hehe…

Saya memang tak selalu ada buat Danis karena harus bekerja. Saya hanya mengandalkan si Bibik, untuk menjaga Danis. Bagi saya, Bibik itu seperti orang tua kedua bagi Danis. Dia sayang sekali sama Danis dan saya sangat bersyukur akan itu. Karena saya tidak bisa selalu ada untuk Danis inilah, bagi saya anak ini sudah tumbuh dengan luar biasa meski mungkin orang lain melihat biasa saja.

Apapun itu, I'm so proud of you dear Daniswara :)

Tuesday, March 6, 2012

Paris..? Hmm...

Udah lama ga ngeblog. Mumpung lagi ngedit dan dari pada bengong, ga bawa buku apalagi DVD, maka saatnya sekarang untuk ngeblog lagi. Kali ini saya mau menulis tentang pengalaman singkat menginjakan kaki di kota sejuta pesona, Paris. Kota yang katanya menjadi impian orang-orang muda dunia untuk tinggal atau sekedar berkunjung menikmati semua keindahannya.

Waktu tahu bisa punya kesempatan untuk ke Paris, rasanya…. Hmm, ga usah diceritain lagi lah yah. Yang pasti excitednya sungguh menggila. Kesempatan yang ga pernah terbayangkan sebelumnya, kini ada di depan mata dan diberikan secara percuma. Err… ga percuma sih, disuruh kerja juga. Huhu..

Anyway, saya menjajakan kaki pertama kali di tempat ini pada awal Januari tahun ini, dalam perjalanan menuju Haiti. Yah, tujuan utama saya sebenarnya Haiti untuk meliput kondisi social politik disana pasca rentetan konflik perebutan kekuasaan dan gempa besar pada 2010 lalu.

Ini adalah perjalanan terpanjang saya. Bayangkan saja, untuk mencapai Haiti saya harus transit sebanyak 3 kali dan harus pindah bandara di Perancis untuk melanjutkan perjalanan selanjutnya. Total, hampir dua hari dua malam untuk mencapai Haiti.

Namun justru perjalanan panjang inilah yang membuka kesempatan saya bertemu dengan Paris. Dari Jakarta, saya transit pertama kali di Singapura, kemudian ke Charles De Gaulle, Paris. Untuk melanjutkan perjalanan selanjutnya ke Bandara Pointe Pitre di Guadalupe, saya harus keluar dari Charles De Gaulle dan pindah ke Bandara yang lebih kecil di kota Paris yaitu Orly.

Saya tiba di Paris pukul 6 pagi waktu setempat. Surprise ternyata rasanya biasa saja waktu tahu sudah sampai Paris. Hehe.. Mungkin karena Paris bukan tujuan utama perjalanan saya kali ini dan beban pekerjaan yang masih menggelayuti. Terlebih, saya tidak suka Paris di bulan Januari. Dinginnya sadis. Jam 8 pagi masih gelap gulita dan hujan yang tak berhenti turun.

Belum banyak aktivitas yang berarti di Charles De Gaulle pagi ini. Toko-toko juga masih tutup. Mau jalan-jalan, waktu transit kami terlalu singkat. Hanya 6 jam. Cuaca juga tidak memungkinkan. Atas kesepakatan dengan rekan kerja saya, akhirnya kami memutuskan untuk langsung menuju Bandara Orly dan menunda dulu keliling kota ini

Setelah tanya sana-sini, kami menggunkan shuttle bus yang disediakan maskapai Air France untuk mencapai Orly. Biaya, sekitar 32 Euro untuk kami berdua. Belakangan saya baru tahu, ternyata untuk penumpang transit seperti kami ini sebenernya shuttle bus disediakan cuma-cuma.

Dengan kemacetan pagi hari, perlu waktu sekitar satu jam dari Bandara Internasional Charles De Gaulle menuju Bandara Internasional Orly. Kalau di Indonesia, mungkin seperti Cengkareng dan Halim Perdana Kusuma. Bandara ini juga jauh lebih kecil dari Charles De Gaulle.




Sampai di Orly, pikiran saya langsung sibuk dengan tugas-tugas yang menunggu di Haiti. Kekhawatiran apakah segala sesuatunya bisa berjalan sesuai rencana dan rintangan apa saja yang mungkin akan kami hadapi. Namun sesekali, kepikiran juga sih bagimana caranya bisa sempat mampir dan foto di Menara Eiffel ketika transit dalam perjalanan pulang nanti. Hehe…

Tidak mudah memang bekerja dinegeri orang. Di negeri sendiri saja, banyak halangan apalagi di negeri yang bahasanya tidak kita mengerti. Stress sudah menjadi makanan sehari-hari. Tapi hey, namanya juga tugas. Tentu harus dijalankan dengan sebaik mungkin.

Maka setelah hari-hari terakhir saat di Haiti, saya mulai mengatur strategi dalam kunjungan kedua di Paris. Kami berhak untuk bersenang-senang, setelah kerja keras kami. Lagipula, dalam perjalanan pulang kami nanti akan transit selama hampir 14 jam! Konyol kan kalau segitu lamanya nunggu, kita tidak sempatkan diri untuk keliling Paris. Visa sudah ditangan. Kurang apalagi?

Namun saya bingung, bagaimana teknis saat sudah di Paris nanti. Apakah naik bis karena lebih murah, atau taksi agar tidak tersesat. Namun masalah lain muncul karena kami tidak mungkin berkeliling dengan barang bawaan yang begitu banyak. Cara terbaik adalah dengan menyewa mobil. Namun siapa yang bisa kita percaya saat meninggalkan barang-barang dengan orang yang baru dikenal?

Saya mencoba menghubungi KBRI kita di Paris untuk minta petunjuk mengenai hal ini. Meski sebenarnya secara tidak langsung, saya berharap juga mereka sendiri yang menemani kami. Karena pengalaman-pengalaman saya sebelumnya, biasanya KBRI itu sangat baik terhadap wartawan yang berkunjung. Namun untuk Paris, sepertinya ekspektasi saya terlalu tinggi.

Mereka tidak banyak membantu. Namun menyarankan saya untuk menyewa mobil milik orang Indonesia. Ya sudah lah, pikir saya. Sama saja. Yang penting orang Indonesia, bisa dipercaya. Maka ketika saya menghubungi nomer yang KBRI berikan, saya kaget begitu tahu harganya: 420 Euro hanya untuk menjemput kami di Orly, berkeliling di kawasan Etoile lalu mengantar kami ke Charles De Gaulle.

“Wah pak, mahal sekali. Budget saya Cuma 200. Itupun Dollar bukan Euro,” ujar saya kepada si bapak yang akan menyewakan mobil. Lalu si bapak membalas; “Ok, 200 Euro tapi Cuma 4 jam yah,” balas si bapak. Tanpa berpikir dua kali, saya pun langsung mengatakan tidak. Gilaaa yah, sesama orang Indonesia ajah dimahalin!!! Bener-bener sakit hati deh nemu ada orang Indonesia yang perhitungan banget sama sesama ‘saudaranya’ sendiri.

Akhirnya, di bandara Toussaint Louverture, Port-Au-Prince, dalam perjalanan pulang kami menuju Indonesia, saya menyerahkan kepada semesta apa yang akan terjadi selanjutnya. Yang jelas, saya telah membulatkan tekad untuk sekedar menengok Eiffel dalam kunjungan singkat saya di Paris, apapun caranya, tapi tetap realistis dan ramah di kantong. Hehe..

Rupanya semesta mendengar curhan hati saya. Dalam penerbangan Air France dari Haiti menuju Guadalupe, saya duduk berdampingan dengan warga negara Prancis yang tinggal di Guadalupe.

Sekedar informasi, Guadalupe adalah kolonialisasi Prancis di Benua Amerika. Negeri kecil yang tropis dan didominasi oleh masyarakat berkulit hitam ini menggunakan Prancis sebagai bahasa Nasional mereka dan Euro sebagai mata uangnya.

Menurut teman seperjalanan saya itu, tidak sulit sebenarnya bagi kami untuk berkeliling di Paris apalagi mengingat kami punya waktu hampir 14 jam transit. Pria yang umurnya sekitar 35 tahun ini menunjukan kepada saya sebuah peta yang merupakan salah satu halaman dari majalah internal Air France. Bahkan ia tidak segan merobek peta tersebut dan memberikan kepada kami. “Trust me, u not gonna lost in Paris,” ucapnya meyakinkan saya.

Maka setelah menempuh perjalanan selama 10 jam di pesawat dan transit lebih dari 8 jam di Guadalupe! Iyah, 8 jam tanpa boleh keluar dari boarding room yang tidak memiliki fasilitas ruang merokok, internet, juga restoran itu, akhirnya kami tiba juga di bandara Internasional Orly, Parisss…!!! Uhuuuyyy… Senangnya bukan kepalang. Yang pertama saya lakukan adalah check-in di Foursquare. Lumayan, buat kenang-kenangan. Hehe..

Sesuai petunjuk pria baik tadi, maka saya langsung menuju bandara Charles De Gaulle untuk early check-in dan bagasi. Berbeda dengan ketika kami berangkat, dari Bandara Orly ini ternyata kami mendapat voucher gratis untuk menumpangi shuttle bus Air France menuju De Gaulle. Lumayan lah, bisa ngirit. Hehe.. Dan yang lebih membahagiakan, hari ini Paris tidak hujan walaupun cuaca diluar sana mendung.

Setelah check-in dan nyasar sana-sini, akhirnya kami berhasil menemukan bis yang akan membawa kami ke pusat kota Paris di Etoile. Sebenarnya bis ini sama dengan yang kami gunakan dari Bandara Orly tadi, yaitu LessCar yang disediakan oleh Air France untuk para penumpangnya dan masyarakat umum.

Bis ini memiliki 4 jalur, De Gaulle-Orly, Orly-De Gaulle dan sisanya menuju pusat kota. Memang harga tiketnya lebih mahal jika dibandingan naik kereta. Namun percaya lah, naik bis ini lebih praktis dan lebih murah dari Taksi.

Cuaca Paris berkisar antara 4 derajat celcius hari itu. Hujan turun dalam perjalanan kami menuju Etoile. Kata teman saya, saat Winter hujan memang selalu turun di Paris. Harga tiketnya, kalau saya tidak lupa, sekitar 24 Euro untuk pulang pergi.

Saat itu jujur saja, saya mulai kehilangan euphoria Paris. Mungkin karena cuaca yang dingin, backpack yang berat, hujan dan tubuh yang sangat lelah. Terlebih setiba di Etoile, tepat di hadapan Arc de Triomphe yang tersohor itu, rasa lelah mencapai puncaknya.

Tubuh saya mengigil. Ia menolak untuk saya bawa jalan menuju Menara Eiffel yang berjarak hanya sekitar 1 kilometer itu. Tanpa berpikir dua kali, saya langsung menarik teman seperjalanan saya untuk masuk ke sebuah café yang terlihat cukup berkelas. “Met, emang lo ada duit buat makan disini,” kata teman saya. Lalu saya balas, asal terima kartu kredit, pokoknya aman lah. Hehe..

Saya memang membawa Euro seadanya. Hanya 200 saja dengan perhitungan untuk transportasi dan makan ringan. Diluar perkiraan, ternyata kebutuhan meningkat. Tapi syukurlah ada kartu kredit, benar-benar teknologi yang mengerti saya. Hehe…

Setelah melahap steak rib eye dengan kentang goreng yang nikmatnya selangit (maklum, laperrrr berat dan kedinginan), akhirnya kami melanjutkan perjalanan menuju Eiffel. Oiya, jangan tanya yah berapa biaya yang kami habiskan di café ini. Ga perduli juga sih, yang penting kenyang!



Hujan belum juga reda. Sepatu dan pakaian saya mulai basah. Tapi rasa penasaran akan kedigdayaan Eiffel Tower memaksa kaki kami terus melangkah. Ditengah pejalanan, tiba-tiba seorang yang berada di dalam mobil Peugeot memanggil kami. Ia bilang, Ia adalah pemilik konveksi ternama di Italia yang baru saja menggelar Fashion Show di Paris. Ia ingin memberikan dua jaket kulit untuk saya dan teman saya yang merupakan sisa pergelaran semalem, secara cuma-cuma…!

Tentu saja yang melonjak kegirangan mendapat tawaran tersebut. Namun tak lama berselang, pria yang berusia sekitar 50 tahun itu menambahkan: “I’m going back to Italy now by car, but I need money to buy a gas,” Yaahhh.. ga enak endingnya. Saya dan teman saya, tanpa basa-basi, langsung meninggalkan si bapak tadi. Lucu juga yah, ternyata bukan di Jakarta saja yang banyak penipuan seperti ini, sekelas Paris pun ternyata tak sepenuhnya aman.

Setelah perjalanan panjang dan godaan untuk berbalik pulang karena kelelahan, akhirnya kami tiba juga di sebrang Menara Eiffel. Reaksi saya saat itu: “Ohh.. ini toh yang namanya eipel…” Sangat gloomy, burem, tak seindah yang saya bayangkan. Wajar sih, it’s Winter… You can not expect more. Tanpa matahari, bagi saya Eiffel terlihat seperti tumpukan besi tanpa arti.

Sungai Seine juga berwarna keruh airnya. Ga beda jauh lah sama Ciliwung. Bau pesing merebak disekitaran taman di areal Champ de Mars. Ga jauh beda sama terminal Pulo Gadung. Saya tak bisa, bahkan cenderung malas melihat puncak Eiffel karena malas air hujan akan membasahi wajah saya yang sudah lusuh.

Teman saya langsung mengeluarkan kamera SLR-nya. Cepret sekali, cepret dua kali, lalu dia meminta saya berpose. Cepret sekali, cepret dua kali. “Gimana met, udah puas belum foto-fotonya? Mo kemana lagi sekarang kita?” kata teman saya yang langsung membuat saya tertawa kencang. Sepertinya kami memang satu pemikiran. Tempat ini hanya cocok untuk berfoto dan memamerkan kepada teman-teman se-Fesbuk. Selebihnya, Jakarta tetap lebih indah.

Yah, tempat manapun sebenarnya indah. Asal kita kesana untuk berlibur atau tidak sedang bekerja dan bersama orang-orang tercinta. Karena semua yang saya cinta ada di Jakarta, maka kota ini selalu indah apapun kondisinya.

Rencana menengok museum Louvre pun batal. Karena badan sudah berontak dan hari beranjak malam meski baru pukul empat sore. Siang memang pendek disaat musim dingin. Hey, it’s Winter… You can not expect more, right?

Akhirnya kami memutuskan untuk langsung kembali ke Bandara meski kami masih punya banyak waktu tersisa. Namun dalam perjalanan saya berdoa khusuk, semoga bisa kembali ke tempat ini ketika Summer yang indah bersama para belahan jiwa saya. Pure untuk liburan, bukan selingan ketika bekerja. And I know You will answer my wish, Lord. Aminnn… 