Wednesday, August 27, 2008

Kepencundangan Saya




“Meti.. Sori td gw reject tlp lo. Lg boarding. Gw dah d ruang tunggu, j6.50
take of. Jeng, ttp semangat yah tuk ngejar perubahan. Allah pasti liat
usaha qta kok. Cie.. Jd religius.. Saling mendoakan yak! Ini no gw slama d
eropa, sms internas cma 500. Wajib Keep in touch loh


Begitu bunyi pesan singkat yang masuk diujung tenggat waktu tugas saya Selasa lalu. Itu dari teman saya. Teman baik yang sedang bernasib baik. Ia mendapat kesempatan untuk meraih predikat master dengan biaya dari persatuan negara-negara di Eropa. Dua tahun gadis yatim piatu itu menimba ilmu di lebih dari lima negara. Hmm.. beruntung bukan? Padahal usianya belum lagi habis 25 tahun.

Saya juga 25 tahun sejak kira-kira empat bulan lalu. Tapi lihat saya.. tidak lebih dari seorang pecundang yang menghabiskan waktunya untuk memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dipikirkan. Meita Annissa yang terlalu disibukan dengan persoalan cinta. Lupa akan cita-cita besarnya yaitu mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan secara cuma-cuma.

Berhari-hari, berminggu-minggu dan (mungkin) hingga berbulan-bulan masih saja ia berkutat dengan urusan yang hanya memusingkan kepala. Padahal jika tidak dipikirkan, jika tidak harus memilih diantara orang-orang yang memproklamirkan rasa suka dan sayang (atau napsu?), mungkin saya bisa seberuntung teman baik saya itu.



Memang disatu sisi saya selalu merasa butuh seseorang untuk berbagi. Seseorang yang mau mendukung saya, atau bahkan punya ambisi yang lebih gila dari yang saya miliki. Tapi untuk mendapatkan sosok seperti itu, ternyata bukan perkara mudah. Kadang saya merasa kita punya banyak kemiripan, namun sayang visi dan misi kita berbeda dalam memandang serta memaknai masa depan.

Meita Annissa… sepertinya itu terlalu klise? Mungkin saja. Tapi sosok itu yang sebenarnya sangat saya butuhkan.



Pernah suatu ketika, teman saya yang dapat beasiswa ke Eropa itu berkata,? “Gw begini karena lo tau met. Gw pernah sempat down karena belum juga ada aplikasi yang lolos. Tapi waktu lo dapat Fellow ke Jerman, gw jadi mikir … kok lo bisa kenapa gw ngga. Gara-gara itu gw jadi semangat lagi buat nyari. Lo juga harus gitu yah met,” pesannya pada saya panjang lebar.

Tentu… saya seperti mendapat doping baru pemicu semangat. Seperti orang kesurupan saya pun mulai mencari informasi kesana-sini. Namun lagi-lagi masalah itu datang. Percintaan yang tidak lebih dari sekedar roman picisan. Setiap hari harus bertemu, demikian juga diakhir pekan, lalu kapan saya bisa maju.?

Yah.. sudah lah. Teman saya pasti sudah tiba di Finlandia sekarang. Negara pertama yang akan ia jelajahi dan taklukan. Rongga paru-parunya pun juga pasti sudah penuh dengan udara segera dipenghujung musim panas. Lalu saya? Bagaimana saya…? Tuhan.. kamu masih mau kan berbaik hati pada perempuan yang tak tahu rasa berterima kasih ini?